Saturday, February 28, 2004

Adinda, dengarkan

Adinda, mungkin indah dirimu bukan untukku. Tawa dan senyummu yang telah menemani setiap hal yang kupandang, mungkin tak akan pernah kulihat lagi. Megahnya jiwamu mungkin hanya mimpi yang hilang ketika kelopak mataku membuka.

Adinda, waktu bukan sesuatu yang bisa kuatur, begitu pula rasa yang ada di dalam hatimu. Aku telah mencoba melupakanmu, tapi kau bak candu yang telah merasuki setiap mili liter darahku, hanya kau yang tercipta dalam setiap kata.

Adinda, mungkin rasa di hatimu hanya akan menjadi mimpi indah dalam setiap khayal yang datang menemaniku. Manisnya cerita-cerita waktu bila bersamamu mungkin hanya akan datang bila mimpi menjelang. Hanya rasa yang kini tersisa.

Adinda, mungkin air mata ini tak ada artinya. Mungkin kepingan-kepingan hati ini tak akan pernah menyatu. Membaur bersama putih pasir pantai yang mulai tertiup angin.

Adinda, itu mentari yang telah menyinariku hingga kini. Indah merahnya mulai memudar. Kini aku harus kembali bersama chandra dan tenggelam bersama bintang dalam gelap malam hingga menyatu dalam keabadian. Tanpamu. Sendiri. Sepi....

Adinda, cinta telah buta, dan aku membenturmu. Lalui hariku tanpamu, akan ku obati kesepian, akan ku sunggingkan lagi tawa kecil disini, akan kujadikan lagi tawa dari tangisan, namun hanya satu yang akan seperti hari ini. Hanya satu yang tak akan berubah. Ruang megah berhiaskan semua kata dan semua cerita yang ada dalam hatiku tak akan pernah terbuka lagi. Menanti tawamu untuk menghidupkannya lagi.

No comments: